Disuatu
gubuk tua tinggalah seorang gadis berusia 16 tahun beserta ayah dan adiknya.
Gadis tersebut bernama Raisa. Dia berasal dari keluarga kecil yang sangat
sederhana bahkan kondisi ekonominya tergolong pas-pasan. Digubuk tua itu gadis
berusia 16 tahun tersebut sudah seperti sosok seorang ibu bagi adik dan
ayahnya. Semua pekerjaan rumah mulai dari mencuci pakaian hingga masalah
keuangannya dia yang mengatur sendiri. Malangnya Raisa sudah tidak bersekolah,
“ Jangankan untuk sekolah untuk makanpun saya harus bersusah payah terlebih
dahulu demi sesuap nasi untuk ayah, adik dan diri saya sendiri” itulah ucapan
Raisa setiap ditanya mengapa tidak bersekolah. Namun sebenarnya didalam hati
Raisa yang terdalam, dia mempunyai keinginan yang begitu kuat untuk bersekolah.
Tepat
pukul 06.00 WIB Raisa duduk di samping danau dekat rumahnya sambil melihat
teman-teman sebayanya berlalu lalang didepannya untuk pergi kesekolah. Ia
kembali teringat peristiwa dua tahun yang lalu saat ia masih sekolah, pada
waktu itu Raisa belum membayar uang komite selama 3 bulan yang harus dibayar pada saat itu juga,
sedangkan dirumah adiknya terus-terusan merengek kepada dia meminta agar Raisa
segera melunasi uang komite adiknya yang juga menunggak selama 2 bulan,
bertepatan dengan itu pula ayahnya dalam kondisi sakit.
***
Didalam
kelas dia bingung, “ harus dengan cara apa dalam satu hari bisa mendapatkan
uang sebanyak itu?” batin Raisa. Tak berapa lama kemudian dia dipanggil oleh
gurunya untuk menghadap ke ruang guru.
“Raisa...??”
seorang guru memanggil namanya.
Dengan
muka lugunya ia berkata,” Iya bu ada apa yah...?”
“Begini
nak ibu hanya ingin mengklarifikasi, apakah benar kamu belum membayar uang
komite selama 3 bulan?? Tanya ibu guru dengan nada pelan.
“Benar
bu saya belum membayarnya” jawab Raisa dengan wajah tertunduk.
“Ibu
dapat amanat dari sekolah untuk menyampaikan berita ini kepada mu, bahwa batas
untuk kamu melunasi tunggakan uang komite kamu sudah habis dan pihak sekolah
tidak mau lebih lama menunggu lagi.” Kata ibu guru.
“Maksudnya
bu, apa Raisa harus berhenti sampai disini?” Tanya Raisa kepada gurunya. Tak
terasa tiba-tiba air mata Raisa mulai membasahi pipinya.
“Maafkan
ibu nak...” kata ibu guru dengan rasa iba.
Semua
perasaan berkecamuk didalam hatinya, dia bingung tak tahu apa yang harus
dilakukannya sekarang, yang hanya bisa lakukan hanya menangis dan memohon
kepada gurunya untuk memberikan kesempatan sekali lagi untuk dia. Dia berharap
agar ada seseorang yang baik hati yang mau member uang kepadanya untuk melunasi
semua itu.
“Tapi bu.... Raisa minta tolong sama ibu,
tolong bu, berikan kesempatan sekali lagi buat Raisa untuk melunasi itu semua,
Raisa janji akan melunasi semua itu” Raisa sudah tidak kuat untuk menahan rasa
tangisnya.
“Iya Raisa, ibu akan coba membantu kamu untuk
membicarakan masalah ini dengan kepala .sekolah lagi” jawab gurunya
“Terimakasih
ibu...” kata Raisa.
“Sekarang
kamu kembali ke kelas dulu ya nak Raisa” kata gurunya.
***
Sesampainya
dikelas Raisa duduk didekat sahabatnya dan dia hanya melamun, berusaha untuk
menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Raisa
kamu kenapa? Tanya Naya (salah satu sahabat raisa).
Namun
Raisa hanya diam dan menangis, tidak sanggup untuk menceritakan kejadian tadi
kepada sahabatnya, dan dia juga tidak mau sahabatnya ikut sedih dan merasa
kasian kepada Raisa.
“Ray...
kamu kenapa? Tolong, cerita sama kita barangkali kita bisa membantu? Jangan
hanya dipendam sendiri, ayolah aku udah menganggap kamu seperti saudaraku
sendiri, jadi sepantasnya kita saling cerita masalah kita satu sama lain”
Naya mencoba untuk bertanya kembali.
Lagi-lagi
Raisa hanya menjawabnya dengan tangisan dan dia hanya berkata “Apa salah saya
kenapa semua ini harus terjadi kepada saya?”.
Sahabatnya
menjawab dengan pelukan yang begitu hangat berusaha untuk menenangkan Raisa“
sabar ray, kamu tidak sendiri disini masih ada aku dan teman-teman mu yang
lain, jika saya boleh tahu saya tanya sekali lagi ada apa dengan kamu, Ray??”
kata Naya.
Dan
akhirnya dengan sesenggukan Raisa menceritakan semua masalah kepada Naya. Naya
mencoba untuk menahan rasa tangisnya, tapi lama kelamaan Naya tidak dapat
menyembunyikan tangisnya itu didepan Raisa.
“Ray...
yang sabar yah, mungkin Allah sedang mencoba kamu saat ini?” Naya berusaha
untuk menguatkan Raisa.
“Tapi
Nay... aku gak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini?” jelas Raisa.
“Ayo
kita shalat dan berdoa kepada Allah minta untuk diberikan yang terbaik buat
kamu..? hapus air mata mu Ray...” ajak Naya
***
Seusai
shalat Raisa kembali dipanggil oleh gurunya.
“Raisa
aku yakin kamu pasti bisa melewati semua ini” bisik Naya.
Di
ruang guru “Raisa sekali lagi maaf kan ibu nak, ibu sudah berusaha sekuat ibu
namun apa danya ibu tidak dapat membantu kamu sayang” jelas gurunya.
Raisa
mencoba untuk tersenyum dan tabah menerima semuanya.
“berarti saya harus berhenti dan pulang saat
ini?” namun Raisa tidak bisa menyembunyikan rasa kekecewaan dan tangisnya. Ibu
guru hanya menjawab dengan anggukan. Raisa langsung berlari dengan air mata
yang membasahi pipinya menuju ke kelas untuk mengambil tasnya.
Setibanya
di kelas Naya langsung memeluk Raisa dan berkata “sabar ya Ray, semua ini yang
terbaik yang diberikan oleh Allah, dan saya yakin semua ini ada hikmahnya serta
saya yakin suatu saat nanti kamu akan jauh lebih baik dari yang sekarang ini”.
Raisa
hanya tersenyum dan berkata “Terimakasih atas semua kenangan yang telah kamu
berikan kepada saya selama saya ada di sekolah ini, akankah kita tetap menjadi
sahabat jika aku sudah pergi dari sekolah ini?” Tanya Raisa.
“Iya
dong Ray pastinya, aku gak akan pernah lupain kamu, dan kamu tahu aku selalu
ada buat kamu” tangis dari kedua sahabat tersebut tidak dapat terbendung lagi.
Kemudian
Raisa pulang dan berusaha untuk menerima semuanya walaupun hatinya terasa
sangat sakit karena keinginanya yang sangat kuat untuk bersekolah.
Sesampainya
dirumah dia berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya didepan ayah dan
adiknya. Dia ingin mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya. Setiap
pagi dia berangkat seperti berangkat sekolah, dari rumah memakai pakaian
sekolah tapi setelah dijalan dia berganti pakaian, dia memutuskan untuk bekerja
demi membiayai adiknya sekolah. Setelah beberapa hari, akhirnya Raisa
menceritakan semuanya kepada ayahnya dan ayahnya meminta maaf kepada Raisa,
beliau
merasa bersalah “seharusnya ayah yang harus bersusah payah untuk membiayai
kalian sekolah, tapi kenapa malah terbalik anak ayah yang banting tulang demi
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya?” kata ayah kepada Raisa dengan rasa
penyesalan yang begitu mendalam.
Raisa
menjawab “gak papa yah mungkin semua ini sudah ditakdirkan kepada kita, kan
ayah sedang sakit apa pantas seorang anak membiarkan ayahnya yang sedang sakit
untuk bekerja?”Tanya Raisa yang langsung dijawab oleh dirinya sendiri “tidak
kan yah, tidak...”.
Ayahnya
tersenyum dan memeluk anaknya “terimakasih ya Allah Engkau telah mengaruniai ku
anak-anak yang begitu baik”.
“Yah
Raisa berangkat kerja dulu ya yah..?” Raisa berpamitan.
“iya
sayang, hati-hati dijalan yah...?” kata ayah.
“iya
yah..” jawab Raisa sembari mencium tangan ayahnya.
Raisa
bekerja menjadi pembantu rumah tangga, ia selalu semangat untuk bekerja demi
untuk menyekolahkan adiknya dan memenuhi kebutuhannya untuk sehari-hari. Ia
bertekad untuk menyekolahkan adiknya sampai ke perguruan tinggi, ia tidak ingin
adiknya merasakan sakit yang pernah ia rasakan dulu saat dikeluarkan dari
sekolah. Walaupun ia sudah tidak sekolah namun dia tetap semangat untuk belajar
dengan mempelajari buku yang ia punya yang berasal dari pemberian Naya
(sahabatnya). Dan dia mengambil hikmah dari kejadian masa lalu dia bahwa dia
harus tetap bangkit saat keterpurukan mendatanginya.
THE END....